Pages

Sabtu, 23 Mei 2015

Apa itu cybercrime?



1.     Definisi Cybercrime
Istilah ‘cybercrime’ adalah salah satu istilah yang digunakan oleh para pakar cybercrime dan instrumen hukum internasional serta perundang-undangan cybercrime di beberapa negara untuk kejahatan yang terjadi dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Istilah-istilah lainnya adalah computer crime, virtual crime, online crime, digital crime, internet related crime, electronic crime, computer-related crime, computer-assisted crime, internet crime, ecrime, high tech crime.
Dalam Bahasa Indonesia penggunaan istilah cybercrime juga beraneka ragam. Tidak ada istilah baku dalam bahasa Indonesia sebagai padanan kata ‘cybercrime’. Dalam berbagai literatur digunakan istilah yang bermacam-macam, antara lain ‘tindak pidana mayantara’ (Barda Nawawi Arief), ‘kejahatan mayantara’ (Abdul Wahid dan Mohammad Labib), dan ada juga yang tetap menggunakan istilah ‘cyber crime’ (Widodo). Istilah ‘tindak pidana teknologi informasi’ digunakan dalam Draft RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi.
Sebagaimana peristilahan yang digunakan untuk cybercrime, pengertian yang diberikan oleh para pakar cybercrime juga bermacam-macam. Tidak ada satu definisi cybercrime yang diterima secara universal. Berikut beberapa definisi cybercrime yang dikemukakan beberapa pakar. Thomas and Loader mengkonseptualisasikan cybercrime sebagai “computer mediated activities which are either illegal or considered illicit by certain parties and which can be conducted through global electronic network”. Definisi tersebut membedakan dua hal penting, yaitu crime dalam arti perbuatan yang melanggar hukum dan oleh karenanya illegal dan deviance dalam arti perbuatan yang melanggar norma-norma sosial dan aturanaturan informal, oleh karenanya perbuatan tersebut tidak dikehendaki atau ditolak.
Yvonne Jewkes yang berpandangan bahwa tindak pidana siber dapat diklasifikasikan dalam dua kategori berikut :
a.       New crimes using new tools
Kejahatan yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain atau terhadap tipe korban lain, seperti hacking dan viruses.
b.      Old crimes using new tools
Kejahatan konvensional yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer dan teknologi informasi baru, seperti penipuan, pencurian identitas, dan stalking.

Berdasarkan definisi atau pengertian cybercrime di atas karakteristik utama dari cybercrime adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi seperti computer technology, computer network, internet/World Wide Web atau teknologi informasi lainnya. Karakteristik cybercrime yang melekat sebagai konsekuensi dari karakteristik komunikasi di internet adalah global, instantaneous (allows for real-time connections between people regardless of their location), intrinsically transborder (time, distance, and national borders are much less important than in traditional crime), ubiquitouos, digital, dan enables automated information processing.
Menurut Gregory (2005) Cybercrime adalah suatu bentuk kejahatan virtual dengan memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet, dan mengekploitasi komputer lain yang terhubung dengan internet juga. Adanya lubang-lubang keamanan pada sistem operasi menyebabkan kelemahan dan terbukanya lubang yang dapat digunakan para hacker, cracker dan script kiddies untuk menyusup ke dalam komputer tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dapat dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Kejahatan komputer yang diasosiasikan dengan hacker, biasanya menimbulkan arti yang negatif.
Himanen menyatakan bahwa hacker adalah seseorang yang senang memprogram dan percaya bahwa berbagi informasi adalah hal yang sangat berharga. Mereka adalah orang-orang yang tergoda pada lubang-lubang yang terdapat pada sistem computer. Sehingga kesempatan merupakan penyebab utama orang-orang tersebut menjadi ‘penjahat cyber’. Istilah yang lain yaitu cracker, hacker tidaklah sama seperti cracker. Cracker adalah orang yang merusak sistem keamanan, cracker biasanya kemudian melakukan ‘pencurian’ dan tindakan anarki, begitu mereka mendapat akses. Sehingga muncul istilah whitehat dan blackhat. Whitehat adalah hacker yang lugu, dan blackhat adalah seperti yang disebutkan di atas sebagai cracker. Namun demikian orang lebih senang menyebutkan hacker untuk whitehat dan blackhat, walaupun pengertiannya berbeda.

2.     Jenis dan Penggolongan Cybercrime
Begitu banyaknya peristiwa kejahatan melalui dunia virtual (internet) sehingga menyulitkan orang awam untuk memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan Cybercrime, bagaimana cara untuk mengatasi dan mencegahnya. Cybercrime mempunyai jenis yang amat beragam dan semakin berkembang dari hari ke hari. Kejahatan melalui Internet dibagi menjadi :
a.       Kejahatan Dunia Virtual (Cybercrime
Kejahatan tersebut hanya bisa terjadi dengan menggunakan perangkat komputer, melalui jaringan komputer, akses serta terjadi di dunia virtual begitu juga dengan sasaran kejahatan.
1.      Cyberpiracy
Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi dan mendistribusikan informasi atau software tersebut melalui jaringan komputer.
Contoh Kasus : Mendistribusikan mp3 di internet melalui teknologi peer to peer
2.      Cybertrespass
Penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada sistem komputer sebuah organisasi atau individu. Web site yang di-protect dengan password.  
Contoh Kasus: Melakukan serangan DoS (deniel of Service) ke sebuah web
3.      Cybervandalism
Penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang mengganggu proses transmisi informasi elektronik; menghancurkan data di computer.
Contoh Kasus :
-          Melakukan serangan DoS (deniel of Service) ke sebuah web
-          Membuat virus SASSER

b.      Perbedaan antara Cybercrime dengan Kejahatan yang berhubungan dengan Dunia Virtual (Cyber Related Crime)
Banyak kejahatan yang menggunakan teknologi komputer tidak bisa disebut cybercrime. Pedophilia, stalking, dan pornografi bisa disebarkan dengan atau tanpa menggunakan cybertechnology, sehingga tidak bisa disebut cybercrime, tetapi masuk dalam kategori cyberrelated crime. Cyber-related crime dikelompokkan menjadi :
1.      Cyber-assisted crime
Komputer membantu pelaku melakukan kejahatan biasa dan tidak berhubungan dengan komputer.
Contoh kasus: Penggunaan komputer untuk menggelapkan pajak.
2.      Cyber-exacerbated crime
Cyber-teknologi memainkan peran yang lebih signifikan.
Contoh kasus : Penggunaan komputer untuk pedophilia melalui internet.


3.     Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime
Tindak pidana cybercrime memakan korban yang tidak sedikit jumlahnya, terutama dari sisi finansial. Sebagian besar korban hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi. Mereka berharap bisa belajar banyak dari pengalaman yang ada, yang perlu dilakukan sekarang adalah melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan kita sebagai pelaku IT. Pencegahan itu dapat berupa:
-          Educate User (memberikan pengetahuan baru terhadap Cyber Crime dan dunia internet)
-          Use hacker’s perspective (menggunakan pemikiran dari sisi hacker untuk melindungi sistem Anda)
-          Patch System (menutup lubang-lubang kelemahan pada sistem)
-          Policy (menentukan kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang melindungi sistem Anda dari orang-orang yang tidak berwenang)
-          IDS (Intrusion Detection System) bundled with IPS (Intrusion Prevention System)
a.       Firewall
b.      AntiVirus

Beberapa langkah penting yang harus dilakukan dalam penanggulangan Cybercrime adalah :
a.       Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
b.      Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
c.       Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkaraperkara yang berhubungan dengan Cybercrime
d.      Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah Cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
e.       Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan Cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.


4.      Tindakan Hukum bagi pelaku Cybercrime
Cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT. Cybercrime potensial menimbulkan kerugian pada beberapa bidang politik, ekonomi, sosial budaya yang lebih besar dampaknya dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya. Di masa mendatang dapat menganggu perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis teknologi elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan listrik, dan jaringan lalu lintas penerbangan).
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Peraturan dan perundangan di bidang ICT termasuk Cybercrime law diperlukan karena :
1.      Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
2.      Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
3.      Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
4.      Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
5.      Memberikan perlindungan terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
6.      Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen
7.      Mencegahkorupsi.
8.      Meningkatkan keamanan nasional dan mengurangi kerentanan dari serangan dan aksi oleh teroris dan mereka yang berniat jahat.
9.      Melindungi dunia usaha dari resiko bisnis seperti kehilangan pangsa pasar, rusaknya reputasi, penipuan, tuntutan hukum dari publik, dan kasus perdata maupun pidana.
10.  Sebagai sarana untuk menghukum pelaku kejahatan di bidang teknologi informasi.
11.  Meningkatkan peluang bagi diakuinya catatan elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan dalam kasus kejahatan biasa seperti pencurian, penipuan, pembunuhan, penculikan dan lain – lain, atau kejahatan komputer dan kejahatan yang dilakukan menggunakan Internet.

Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan Cybercrime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam
KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:
1.      KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), pasal-pasal yang terkait :
a.       Pasal 362 KUHP tentang pencurian ( Kasus carding ) Carding sendiri dalam versi POLRI meliputi (Arifiyadi, 2008):
-          Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing
-          Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet
-          Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet
-          Mengambil dan memanipulasi data di Internet.
-          Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan lain-lain.).
b.      Pasal 378 KUHP tentang Penipuan (Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
c.       Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik (melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun teman-teman korban)
d.      Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
e.       Pasal 282 KUHP Pornografi (Penyebaran pornografi melalui media internet).
f.       Pasal 282 dan 311 KUHP (tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet).
g.      Pasal 378 dan 362 (tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolaholah ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian )

2.      Undang-Undang No.19 Thn 2002 tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software
3.      Undang-Undang No.36 Thn 1999 tentang Telekomukasi, (penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi).
4.      Undang-undang No.25 Thn 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Thn 2002 tentang Pencucian Uang.
5.      Undang-Undang No.15 thn 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.



Source :
Suseno, Sigid. Dr., SH., M.Hum. Cybercrime dan Keberlakuan Hukum Pidana Nasional
Arifah, Dista Amalia. 2011. Kasus Cybercrime di Indonesia
Anonim. Repository USU. Cybercrime :  Chapter 2

0 komentar:

Posting Komentar