1.
Definisi
Cybercrime
Istilah ‘cybercrime’ adalah salah satu
istilah yang digunakan oleh para pakar cybercrime dan instrumen hukum
internasional serta perundang-undangan cybercrime di beberapa negara
untuk kejahatan yang terjadi dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Istilah-istilah lainnya adalah computer crime,
virtual crime, online crime, digital crime, internet related crime, electronic
crime, computer-related crime, computer-assisted crime, internet crime, ecrime,
high tech crime.
Dalam Bahasa Indonesia penggunaan istilah cybercrime
juga beraneka ragam. Tidak ada istilah baku dalam bahasa Indonesia sebagai
padanan kata ‘cybercrime’. Dalam berbagai literatur digunakan istilah
yang bermacam-macam, antara lain ‘tindak pidana mayantara’ (Barda Nawawi
Arief), ‘kejahatan mayantara’ (Abdul Wahid dan Mohammad Labib), dan ada juga
yang tetap menggunakan istilah ‘cyber crime’ (Widodo). Istilah ‘tindak pidana
teknologi informasi’ digunakan dalam Draft RUU tentang Tindak Pidana Teknologi
Informasi.
Sebagaimana peristilahan yang digunakan untuk
cybercrime, pengertian yang diberikan oleh para pakar cybercrime juga
bermacam-macam. Tidak ada satu definisi cybercrime yang diterima secara
universal. Berikut beberapa definisi cybercrime yang dikemukakan
beberapa pakar. Thomas and Loader mengkonseptualisasikan cybercrime sebagai
“computer mediated activities which are either illegal or considered illicit
by certain parties and which can be conducted through global electronic network”.
Definisi tersebut membedakan dua hal penting, yaitu crime dalam arti
perbuatan yang melanggar hukum dan oleh karenanya illegal dan deviance dalam
arti perbuatan yang melanggar norma-norma sosial dan aturanaturan informal,
oleh karenanya perbuatan tersebut tidak dikehendaki atau ditolak.
Yvonne Jewkes yang berpandangan bahwa tindak pidana
siber dapat diklasifikasikan dalam dua kategori berikut :
a. New
crimes using new tools
Kejahatan yang tidak
dapat dilakukan dengan cara lain atau terhadap tipe korban lain, seperti hacking
dan viruses.
b. Old
crimes using new tools
Kejahatan konvensional
yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer dan teknologi informasi
baru, seperti penipuan, pencurian identitas, dan stalking.
Berdasarkan definisi atau pengertian cybercrime di
atas karakteristik utama dari cybercrime adalah penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi seperti computer technology, computer network,
internet/World Wide Web atau teknologi informasi lainnya. Karakteristik cybercrime
yang melekat sebagai konsekuensi dari karakteristik komunikasi di internet
adalah global, instantaneous (allows for real-time
connections between people regardless of their location),
intrinsically transborder (time, distance, and national borders are
much less important than in traditional crime), ubiquitouos,
digital, dan enables automated information processing.
Menurut Gregory (2005) Cybercrime adalah
suatu bentuk kejahatan virtual dengan memanfaatkan media komputer yang terhubung
ke internet, dan mengekploitasi komputer lain yang terhubung dengan internet juga.
Adanya lubang-lubang keamanan pada sistem operasi menyebabkan kelemahan dan
terbukanya lubang yang dapat digunakan para hacker, cracker dan script
kiddies untuk menyusup ke dalam komputer tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dapat
dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan
komputer sebagai sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk
memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Kejahatan
komputer yang diasosiasikan dengan hacker, biasanya menimbulkan arti
yang negatif.
Himanen menyatakan bahwa hacker adalah
seseorang yang senang memprogram dan percaya bahwa berbagi informasi adalah hal
yang sangat berharga. Mereka adalah orang-orang yang tergoda pada lubang-lubang
yang terdapat pada sistem computer. Sehingga kesempatan merupakan penyebab
utama orang-orang tersebut menjadi ‘penjahat cyber’. Istilah yang lain yaitu cracker,
hacker tidaklah sama seperti cracker. Cracker adalah orang
yang merusak sistem keamanan, cracker biasanya kemudian melakukan
‘pencurian’ dan tindakan anarki, begitu mereka mendapat akses. Sehingga muncul
istilah whitehat dan blackhat. Whitehat adalah hacker yang
lugu, dan blackhat adalah seperti yang disebutkan di atas sebagai cracker.
Namun demikian orang lebih senang menyebutkan hacker untuk whitehat dan
blackhat, walaupun pengertiannya berbeda.
2. Jenis
dan Penggolongan Cybercrime
Begitu banyaknya peristiwa kejahatan melalui dunia
virtual (internet) sehingga menyulitkan orang awam untuk memahami apa sebenarnya
yang dimaksud dengan Cybercrime, bagaimana cara untuk mengatasi dan mencegahnya.
Cybercrime mempunyai jenis yang amat beragam dan semakin berkembang dari hari ke
hari. Kejahatan melalui Internet dibagi menjadi :
a. Kejahatan Dunia Virtual (Cybercrime
Kejahatan tersebut
hanya bisa terjadi dengan menggunakan perangkat komputer, melalui jaringan
komputer, akses serta terjadi di dunia virtual begitu juga dengan sasaran
kejahatan.
1.
Cyberpiracy
Penggunaan
teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi dan mendistribusikan
informasi atau software tersebut melalui jaringan komputer.
Contoh
Kasus : Mendistribusikan mp3 di internet melalui teknologi peer to peer
2. Cybertrespass
Penggunaan
teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada sistem komputer sebuah
organisasi atau individu. Web site yang di-protect dengan password.
Contoh
Kasus: Melakukan serangan DoS (deniel of Service) ke sebuah web
3. Cybervandalism
Penggunaan
teknologi komputer untuk membuat program yang mengganggu proses transmisi
informasi elektronik; menghancurkan data di computer.
Contoh
Kasus :
-
Melakukan serangan DoS (deniel of
Service) ke sebuah web
-
Membuat virus SASSER
b.
Perbedaan
antara Cybercrime dengan Kejahatan yang berhubungan dengan Dunia Virtual (Cyber
Related Crime)
Banyak
kejahatan yang menggunakan teknologi komputer tidak bisa disebut cybercrime.
Pedophilia, stalking, dan pornografi bisa disebarkan dengan atau tanpa
menggunakan cybertechnology, sehingga tidak bisa disebut cybercrime, tetapi
masuk dalam kategori cyberrelated crime. Cyber-related crime dikelompokkan
menjadi :
1. Cyber-assisted
crime
Komputer membantu pelaku melakukan
kejahatan biasa dan tidak berhubungan dengan komputer.
Contoh
kasus: Penggunaan komputer untuk menggelapkan pajak.
2. Cyber-exacerbated
crime
Cyber-teknologi
memainkan peran yang lebih signifikan.
Contoh
kasus : Penggunaan komputer untuk pedophilia melalui internet.
3. Pencegahan
dan Penanggulangan Cybercrime
Tindak pidana cybercrime memakan korban yang
tidak sedikit jumlahnya, terutama dari sisi finansial. Sebagian besar korban
hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi. Mereka berharap bisa belajar
banyak dari pengalaman yang ada, yang perlu dilakukan sekarang adalah melakukan
pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan kita sebagai
pelaku IT. Pencegahan itu dapat berupa:
-
Educate User (memberikan
pengetahuan baru terhadap Cyber Crime dan dunia internet)
-
Use hacker’s perspective (menggunakan
pemikiran dari sisi hacker untuk melindungi sistem Anda)
-
Patch System (menutup
lubang-lubang kelemahan pada sistem)
-
Policy (menentukan
kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang melindungi sistem Anda dari
orang-orang yang tidak berwenang)
-
IDS (Intrusion Detection System)
bundled with IPS (Intrusion Prevention System)
a.
Firewall
b.
AntiVirus
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan dalam
penanggulangan Cybercrime adalah :
a. Melakukan
modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan
konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
b. Meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
c. Meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkaraperkara yang berhubungan dengan Cybercrime
d. Meningkatkan
kesadaran warga negara mengenai masalah Cybercrime serta pentingnya mencegah
kejahatan tersebut terjadi
e. Meningkatkan
kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya
penanganan Cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan
mutual assistance treaties.
4. Tindakan
Hukum bagi pelaku Cybercrime
Cybercrime law dan
regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi
maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT. Cybercrime potensial menimbulkan
kerugian pada beberapa bidang politik, ekonomi, sosial budaya yang lebih besar dampaknya
dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya. Di masa
mendatang dapat menganggu perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur
yang berbasis teknologi elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan
listrik, dan jaringan lalu lintas penerbangan).
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global
lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah
perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif
terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan
berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi
dan non materi. Peraturan dan perundangan di bidang ICT termasuk Cybercrime law
diperlukan karena :
1. Melindungi
integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
2. Membantu
negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris,
kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
3. Membantu
negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan
aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
4. Meningkatkan
kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan
dalam berusaha.
5. Memberikan
perlindungan terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia,
informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang
dianggap perlu untuk dilindungi.
6. Melindungi
konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen
7. Mencegahkorupsi.
8. Meningkatkan
keamanan nasional dan mengurangi kerentanan dari serangan dan aksi oleh teroris
dan mereka yang berniat jahat.
9. Melindungi
dunia usaha dari resiko bisnis seperti kehilangan pangsa pasar, rusaknya reputasi,
penipuan, tuntutan hukum dari publik, dan kasus perdata maupun pidana.
10. Sebagai
sarana untuk menghukum pelaku kejahatan di bidang teknologi informasi.
11. Meningkatkan
peluang bagi diakuinya catatan elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan
dalam kasus kejahatan biasa seperti pencurian, penipuan, pembunuhan, penculikan
dan lain – lain, atau kejahatan komputer dan kejahatan yang dilakukan
menggunakan Internet.
Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang
khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun
rancangan undang undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir
dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun
2004 sudah dikirimkan RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta
dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan
Informasi untuk diperbaiki. Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi
khususnya yang ada kaitannya dengan Cybercrime, para Penyidik (
khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap
pasal-pasal yang ada dalam
KUHP
Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:
1. KUHP
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), pasal-pasal yang terkait :
a. Pasal
362 KUHP tentang pencurian ( Kasus carding ) Carding sendiri dalam versi POLRI meliputi
(Arifiyadi, 2008):
-
Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari
tamu hotel, khususnya orang asing
-
Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan
chatting di Internet
-
Melakukan pemesanan barang ke perusahaan
di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet
-
Mengambil dan memanipulasi data di Internet.
-
Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu
pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos,
UPS, Fedex, DHL, TNT, dan lain-lain.).
b. Pasal
378 KUHP tentang Penipuan (Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
c. Pasal
311 KUHP Pencemaran nama Baik (melalui media internet dengan mengirim email kepada
Korban maupun teman-teman korban)
d. Pasal
303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
e. Pasal
282 KUHP Pornografi (Penyebaran pornografi melalui media internet).
f. Pasal
282 dan 311 KUHP (tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang
vulgar di Internet).
g. Pasal
378 dan 362 (tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolaholah ingin
membayar, dengan kartu kredit hasil curian )
2. Undang-Undang
No.19 Thn 2002 tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software
3. Undang-Undang
No.36 Thn 1999 tentang Telekomukasi, (penyalahgunaan Internet yang mengganggu
ketertiban umum atau pribadi).
4. Undang-undang
No.25 Thn 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Thn 2002 tentang
Pencucian Uang.
5. Undang-Undang
No.15 thn 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Source :
Suseno, Sigid. Dr., SH., M.Hum.
Cybercrime dan Keberlakuan Hukum Pidana Nasional
Arifah, Dista Amalia. 2011. Kasus Cybercrime
di Indonesia
Anonim. Repository USU. Cybercrime : Chapter 2
0 komentar:
Posting Komentar